Kamis, 09 Oktober 2014

SEJARAH KELAPA SAWIT

SEJARAH KELAPA SAWIT
     Kelapa Sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar sebagai biodiesel pengganti bahan bakar fosil. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies yang digunakan untuk pertanian komersil yang akan menghasilkan minyak kelapa sawit. Pertama yaitu spesies "Elaeis Guineensis JACQ" yang berasal dari Afrika Barat diataranya Angola dan Gambia. Kedua adalah spesies "Elaeis Oleifera" yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Bangsa Portugis sudah lama mengenal minyak sawit yang dapat digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari, dan kemudian diperkenalkan pada dunia barat pada tahun 1466.
      Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil-kecil dan apabila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat dan mengandung minyak, tetapi tidak hanya dagingnya saja yang mengandung minyak, tetapi inti yang berada di dalam kernelnya juga menghasilkan minyak, yakni minyak inti.
Berikut Taksonomi kelapa sawit :
A. Untuk Elaeis Guineensis
     Kingdom : Tumbuhan
     Divisi      : Tracheophyta
     Subdivisi : Pteropsida
     Kelas       : Angiospermae
     Subkelas  : Monocotyledoneae
     Ordo        : Spadiciflorae (Arecales)
     Famili      : Palmae (Arecaceae)
     Subamilia: Cocoideae
     Jenis        : Elaeis
     Spesies    : E. Guineensis
B. Untuk Elaeis Oleifera
     Kingdom : Tumbuhan
     Divisi      : Tracheophyta
     Subdivisi : Pteropsida
     Kelas       : Angiospermae
     Subkelas  : Monocotyledoneae
     Ordo        : Spadiciflorae (Arecales)
     Famili      : Palmae (Arecaceae)
     Subamilia: Cocoideae
     Jenis        : Elaeis
     Spesies    : E. Oleifera

SEJARAH KELAPA SAWIT DI INDONESIA

        Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911 kelapa sawit mulai di usahakan dan di budidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrient Hallet (orang Belgia). Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
         Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran dimana lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 % dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948-1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
         Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan) untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah juga membentuk BUML atau buruh militer yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
     Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294,560 Ha dengan produksi CPO (crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kalapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN).